zoonois
Zoonosis adalah penyakit atau infeksi yang ditularkan secara alamiah diantara hewan vertebrata dan manusia. Peternakan di Indonesia rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk zoonosis. Dengan demikian, zoonosis merupakan ancaman baru bagi kesehatan manusia. Berkembangnya zoonosis dalam beberapa tahun terakhir menjadi tanda bertambahnya ancaman penyakit yang mematikan bagi manusia yang ditularkan oleh hewan. Sampai saat ini, terdapat tidak kurang dari 300 penyakit hewan yang dapat menulari manusia. Dalam 20 tahun terakhir, 75% penyakit baru pada manusia terjadi akibat perpindahan patogen dari hewan ke manusia atau bersifat zoonotik, dan dari 1.415 mikroorganisme pathogen pada manusia, 61,6% bersumber dari hewan (Widodo 2008).
Zoonosis dapat ditularkan dari hewan ke manusia melalui beberapa cara, yaitu kontak langsung dengan hewan pengidap zoonosis dan kontak tidak langsung melalui vektor atau mengonsumsi pangan yang berasal dari ternak sakit, atau melalui aerosol di udara ketika seseorang berada pada lingkungan yang tercemar (Suharsono 2002; Nicholas dan Smith 2003).
Penyakit yang diderita ternak selama pemeliharaan dapat menular ke manusia melalui konsumsi bahan pangan asal ternak tersebut. Berbagai penyakit ternak saat ini sedang berjangkit di beberapa daerah di Indonesia. Berdasarkan hewan penularnya, zoonosis dibedakan menjadi zoonosis yang berasal dari satwa liar, zoonosis dari hewan yang tidak dipelihara tetapi ada di sekitar rumah, seperti tikus yang dapat menularkan leptospirosis, dan zoonosis dari hewan yang dipelihara manusia. Wabah zoonosis banyak menelan korban jiwa, seperti di Malaysia. Lebih dari 80 orang meninggal dunia diduga akibat penyakit yang berasal dari babi, yang ditandai dengan peradangan otak (ensefalitis) yang ditularkan oleh nyamuk. WHO juga mencatat terdapat 310 kasus avian influenza (AI) atau flu burung.
dengan 189 kematian pada manusia.Wabah flu babi juga telah melanda Amerika Serikat dan Meksiko dengan
korban meninggal di Meksiko 68 orang, 20 orang positif flu babi, dan 1.004 orang dinyatakan terinfeksi (Wahyudi 2009).
Dalam rangka mengantisipasi merebaknya penyakit yang ditularkan hewan ke manusia, diperlukan pemahaman yang menyeluruh tentang penyakit-penyakit zoonosis strategis. Tulisan ini bertujuan untuk memberi gambaran umum tentang penyakit infeksi yang ditularkan oleh hewan ke manusia (zoonosis) dan kejadiannya di Sumatera Utara, yang meliputi toksoplasmosis, bruselosis, flu burung, tuberkulosis, rabies, dan skabies, serta usaha pencegahannya.
PENGGOLONGAN
ZOONOSIS
Zoonosis mencakup berbagai penyakit menular yang secara biologis berbeda satu dengan lainnya. Banyaknya penyakit yang dapat digolongkan sebagai zoonosis dikarenakan adanya perbedaan yang kompleks di antara penyakit tersebut. Penyakit zoonosis dapat dibedakan antara lain berdasarkan penularannya reservoir utamanya, asal hewan penyebarnya dan agens penyebabnya (Suharsono 2002; Soejodono 2004; Murdiati dan Sendow 2006).
Berdasarkan agens penyebabnya, zoonosis dibedakan atas zoonosis yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, atau yang disebabkan oleh jamur.
Zoonosis yang Disebabkan
oleh Bakteri
Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri, hewan penyebarnya, dan cara penularannya disajikan pada Tabel 1.
Tuberkulosis (TBC)
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dengan panjang 1−4 μm. Spesies yang dapat menimbulkan infeksi pada manusia adalah M.bovis dan M. kansasi. Gejala yang ditimbulkan berupa gangguan pernapasan, batuk berdarah, badan menjadi kurus dan lemah. Bakteri ini berpindah dari saluran pernapasan melalui percikan dahak, bersin, tertawa atau berbicara, kontak langsung, atau dari bahan pangan dan air minum yang tercemar.
Bruselosis
Bruselosis disebabkan oleh bakteri Brucella, yaitu bakteri berbentuk batang dan bersifat gram negatif. Strain Brucella yang menginfeksi manusia yaitu B. abortus, B. melitensis, B. suis, dan B. canis. Masa inkubasi bruselosis pada manusia berkisar antara 1−2 bulan, kemudian penyakit dapat bersifat akut atau kronis. Bruselosis akut ditandai dengan gejala klinis berupa demam undulant secara berselang, berkeringat, kedinginan, batuk, sesak napas, turun berat badan, sakit kepala, depresi, kelelahan, artalgia, mialgia, orkhitis pada laki-laki, dan abortus spontan pada wanita hamil. Bruselosis menular ke manusia melalui konsumsi susu dan produk susu yang tidak dipasteurisasi, atau kontak langsung dengan bahan yang terinfeksi, seperti darah, urine, cairan kelahiran, selaput tetus, dan cairan vagina. Daging mentah dan sumsum tulang juga dapat menularkan bakteri Brucella ke manusia selain melalui aerosol, kontaminasi kulit yang luka, dan membran mukosa, yang biasanya terjadi pada pekerja rumah potong hewan dan peternak. Wanita hamil yang terinfeksi bruselosis dapat menularkan kuman Brucella ke janin melalui plasenta sehingga mengakibatkan abortus spontan dan kematian fetus intrauterine pada kehamilan trimester pertama dan kedua (Gholami 2000).
Penularan di antara hewan terjadi akibat perkawinan alami, kontak dengan janin yang terinfeksi, dan cairan janin.
Salmonelosis
Penyebab salmonelosis adalah bakteri Salmonella serovar typhi. Bakteri ini
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Avian Influenza (AI) adalah penyakit influenza pada unggas disebabkan oleh virus influenza tipe A masuk dalam famili Orthomyxovirus termasuk virus ribonucleatacid (RNA) dengan Zenjuluran glikoprotein yang mempunyai aktivitas haemaglutinasi, neurominidase dan antigenisitas. Virus AI tipe ini dibagi menjadi subtipe dan varian berdasarkan haemaglutinin (HA) terdiri atas 16 (HA) dan 9 Neurominidase (NA) yang diidentifikasi dari spesies unggas, jadi akan ada 144 sub tipe yang kemungkinan akan terbentuk. Outbreak sejak tahun 1997 disebabkan oleh subtipe H5 dan H7 memiliki virulensi yang tinggi (Jia, 2008). Penyakit ini termasuk dalam daftar A dalam Office Internasional des Epizooties (OIE) dan pertama kali ditemukan di Italia sekitar tahun 1878 yang disebut juga “Penyakit Lambordia” mengikuti nama sebuah lembah di hulu sungai Po (OIE, 2000).
Keragaman virus Avian Influenza ditentukan susunan asam amino yang ikut berperan dalam sifat antigenic virus terhadap hospes (Asmara, 2005). Kasus Highly Patogenic Avian Influenza (HPAI) yang bersifat membunuh pada unggas dan menyebabkan kematian pada manusia adalah AI strain H5 dan H7 (Ivanov, 2007).
Strategi vaksinasi efektif dalam mengurangi penyebaran Virus Avian Influenza. Keberhasilan dalam vaksinasi juga tergantung tingkat kecocokan antibody strain virus yang beredar (kualitas vaksin, program vaksinasi dan aplikasi dalam mengendalikan penyakit AI (Naipospos,2006).
2.Kesesuaian seed virus vaksin dengan virus – virus yang berada di lapangan adalah salah satu syarat penentuan seed virus yang digunakan dalam produksi vaksin. Pasar unggas hidup kota Surabaya yang sebagian besar mendapatkan pasokan ternak dari berbagai kota di wilayah Jawa timur. Deteksi seropositif pada isolat dari dua pasar unggas hidup Kota Surabaya menunjukkan positif terdapat virus AI/H5 (Prasetyo, 2009).
Keragaman virus dimungkinkan karena kemampuan Antigenic shift dan Antigenic drift dari virus Avian Influenza (VAI). Terjadinya gene reassortment (pertukaran dan percampuran gen) dan perubahan struktur antigenic yang bersifat minor pada antigen permukaan H dan atau N yaitu mutasi pada materi genetik dapat menimbulkan perubahan polipeptida virus, yaitu sekitar 2 – 3 kali subtitusi asam amino per tahun (Swayne and Suarez, 2003). Perubahan (mutasi) penting dalam kaitanya dengan pengendalian AI pada unggas perubahan pada daerah cleavage, receptor binding site, dan antigenic determinant (epitope). perubahan pada epitope menyebabkan perubahan antigenicity dan perubahan immunogenicity sehingga antara dua strain virus AI/H5 dari isolat yang berbeda memiliki sifat antigenic yang berbeda (Darminto, 2008).
Vaksin komersial yang beredar di masyarakat juga memerlukan perhatian penting sebab dari sifat virus yang dapat mengalami perubahan sifat antigenic, sehingga kesesuaian antara vaksin dan virus yang beredar di daerah tersebut harus tinggi. Vaksinasi dianggap salah satu dari intervensi medis paling berhasil mencegah infeksi penyakit (Sudarisman, 2006).
31.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah :
Apakah terjadi keragaman reaktifitas hambatan hemaglutinasi antara serum antibodi dari vaksin AI pasca vaksinasi terhadap berbagai isolate virus AI/H5 ayam di surabaya?
1.3 Landasan Teori
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan mulai bulan April 2008 sampai Januari 2009 di pasar unggas hidup di Surabaya menunjukkan antibody dan titer positif terhadap AI tipe A/H5 pada ayam buras (Prasetyo, 2009). Sifat Antigenic shift dan Antigenic drift dalam penggabungan (reassortment) atau mutasi genetik, yakni 8 gen virus bergabung secara bebas apabila satu sel hospes diinfeksi secara terus menerus oleh dua virus influenza berbeda untuk menciptakan virus baru.
Virus baru ini bisa ganas (highly pathogenic) yang dapat menimbulkan wabah lebih hebat pada unggas bahkan pandemi pada manusia ( Santhia dkk, 2004)
Berbagai pencegahan dan penanggulangan dilakukan antara lain dengan stamping out, biosecurity, pemusnahan unggas sehat yang sekandang dengan yang sakit, surveilans dan monitoring serta vaksinasi. Pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan vaksinasi adalah strategi yang berdiri sendiri, namun harus dijalankan secara simultan bersama strategi lainnya. Rasionalisasi penetapan vaksinasi mampu mengurangi tingkat kepekaan terhadap infeksi dan mengurangi keluarnya virus dari tubuh unggas (Naipospos, 2006)
4.Salah satu komponen penting dalam penanggulangan AI pada unggas dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza pada manusia adalah vaksin. Berbagai sediaan vaksin AI untuk unggas telah banyak dicoba. sediaan yang umum untuk penggunaan komersial adalah vaksin virus inaktif dalam adjuvant minyak. Vaksin jenis ini telah terbukti dapat melindungi unggas dari gejala klinis dan kematian, tetapi tidak menekan eksresi virus (Capua dkk. 2003). Fakta ini menimbulkan keraguan tentang daya guna vaksinasi dalam mencegah pesebaran antar hewan. Penularan yang tak kasat mata ini (silent transmission) meningkatkan risiko wabah baru dan
membawa ancaman pada kesehatan masyarakat (Mahardika, 2008)
Penentuan seed virus yang digunakan dalam produksi vaksin perlu mendapatkan perhatian. Virus Avian Influenza secara antigenic sangat labil sehingga penentuan seed virus benar – benar melihat sifat antigenic virus yang berada di lapangan dengan update yang berkesinambungan pada wilayah yang berpotensi seperti dua pasar unggas hidup yang berada di Surabaya.
1.4 Tujuan Penelitian
• Tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui apakah vaksin komersial yang beredar di Indonesia memiliki kesesuaian virus – virus lapangan di dua pasar unggas hidup di Surabaya.
• Tujuan umum adalah melihat keragaman virus – virus lapangan di dua pasar unggas hidup di Surabaya.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang effektifitas vaksin AI/H5 yang beredar saat ini.
1.6 Hipotesis
Keragaman hambatan haemaglutinasi pada virus – virus yang beredar dilapangan terhadap serum antibodi pasca vaksinasi dengan vaksin AI dengan asumsi seed virus yang digunakan dalam produksi virus kurang sesuai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar